Sunday, December 28, 2014

Peran Guru BK dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013

   




      Dalam berbagai pergeseran paradigma pembelajaran maupun pendidikan secara lebih luas, peran guru Bimbingan dan Konseling makin penting. Hal tersebut sejalan dengan masalah yang siswa hadapi semakin kompleks sehingga semakin banyak siswa yang memerlukan pendampingan agar dapat membantu mengenal dirinya dan lingkungannya agar ia dapat menempatkan diri di tengah lingkungan yang dinamis.

Dalam pelaksanaan pekerjaannya di sekolah guru Bimbingan dan Konseling dipengaruhi oleh persepsi kepala sekolah dan rekan sejawatnya terhadap pekerjaannya. Sebagian sekolah memandang bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling adalah menyelesaikan masalah yang muncul pada siswa. Jika siswa berkelahi,  meninggalkan pelajaran tertentu karena hubngan baik dengan gurunya terkendala, sering tidak masuk sekolah, ada persoalan di rumah sehingga menggangu semangat belajarnya, penyalah gunaan narkoba, pernyimpangan seksual….dan banyak lagi masalah yang sering muncul di sekolah. Masalah seperti itu, menjadi menu sehari-hari guru pembimbing.

Permasalah itu muncul karena sebagian pengelola sekolah sering memandang bahwa yang menjadi urusan bimbingan konseling jika siswa berperilaku meleset dari yang diharapkan. Sementara itu, siswa yang berperilaku baik dipandang tidak memerlukan bimbingan khusus, mereka dapat menentukan cara mengembangkan dirinya secara mandiri. Padahal tantangan sesungguhnya bagi sekolah adalah bagaimana meningkatkan daya juang kelompok bawah agar memiliki motivasi memperbaiki diri, kelompok siswa kebanyakan atau kelompok tengah dapat menyelesaikan studinya sesuai target, dan membantu kelompok yang memiliki bakat dan kecerdasan tinggi dapat berprestasi.

Apa yang siswa perlukan dalam pelaksanaan kurikulum 2013?

Pada pundak pendidik terletak tanggung jawab meningkatkan penjaminan lulusan  sekolahnya beretika, jujur, disipling, berkecerdasan sosial, cerdas spiritual, berahlak, berkepemimpinan, serta meiliki motivasi tinggi untuk menjadi manusia yang mendapatkan posisi yang tinggi dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Siswa aktif mencari tahu, aktif mengemukakan pendapat, aktif menjawab pertanyaan, aktif mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan sehingga pelaksanaan belajar adalah beraktivitas dan berkarya.

Ynag tidak kalah penting, siswa pun harus terampil belajar, terampil berpikir, terampil berkreatasi dengan menerapkan pengetahuan yang dimiliknya menjadi buah karya yang berguna untuk kehidupan.

Ketiga dimensi kompetensi sebagaimana yang diharapkan kurikulum merupoakan mengandung nilai kebaikan yang tidak mudah diwujudkan. Pada setiap kompetensi yang diharapkan setiap siswa berpelung untuk mencapai target yang diinginkan dan berpeluang juga menyimpang dari yang diharapkan. Peran bimbingan dan konseling sangat diharapkan dapat meningkatkan penjaminan bahwa siswa yang dibimbingnya mengarah pada target yang diinginkan.

Untuk menjamin itu, maka layan bimbingan koseling diharapkan dapat diberikan kepada semua siswa, dan semua siswa mendapat penjaminan untuk mencapai kompetensi yang sekolah harapkan
read more...

Kesulitan Guru Melaksanakan Pembelajaran K-13




          Difusi konsep kurikulum 2013 pada tahap awal pelaksananaan sudah selesai. Hampir seluruh pendidik telah terdampak oleh program pelatihan dan bergegas untuk menguasai konsep pembelajaran saintifik dan penilaian autentik. Program pelatihan telah memungkinkan sebaran konsep  kurikulum meluas dengan lebih cepat dan sampai pada tingkat pengetahuan telah terdistribusi kepada guru secara luas.
Namun demikian untuk dapat medorong percepatan mengubah konsep ke dalam aksi yang nyata dalam pembelajaran di dalam kelas, masih memerlukan perbaikan proses dan waktu yang lebih banyak. Diakui oleh para guru mengubah paradigma mengajar dari ceramah ke memfasilitasi siswa beraktivitas dan berkaya memerlukan proses yang lebih lama dari yang diharapkan.
Pada tataran penguasaan konsep para pendidik sudah lebih mumpuni, tantangannya kini bagaimana mengubah penguasaan teori menjadi aksi yang senyatanya. Hasil pengamatan seorang pendidik pada sekolah terkemuka di kota besar terhadap rekan-rekannya, beliau ungkap melalui gurupembaru baru-baru ini, ternyata sekalipun para guru belum siap berubah. Hampir semua guru masih nyaman di zona semula. Menjadi guru yang baik seperti semula. Bekal pengetahuan metode saintifik dan penilaian autentik dari hasil pelatihan belum mengubah kebiasaan mengajarnya. Bahkan rekan kita yang menjadi pengamat pun tak luput dari sindrom guru masa lalu. Semangatnya yang menggelora saat pelatihan, belum efektif mengubah proses pembelajaran seperti yang diharapkan kurikulum 2013.
Penulis, sebagai pengawas, memantau beberapa sekolah dalam satu minggu terakhir.  Hasilnya dapat dideskripsikan sebagai berikut sebagian guru
  1. mengkondisikan suasana belajar agar suasa kelas menyenangkan.
  2. membahas kompetensi yang sudah dipelajari pada pertemuan
  3. menyampaikan kompetensi yang akan  diwujudkan.
  4. menggambarkan manfaat penguasaan kompetensi dalam kehidupan;
  5. menyampaikan garis besar materi, kegiatan, dan karya  yang akan direalisasikan.
  6. menginformasikan sasaran dan teknik penilaian.
  7. menyiapkan media atau alat bahan pengamatan.
Pada kegiatan refleksi diperoleh keterangan dari evaluasi diri dengan cara membubuhkan skor 1 sampai dengan 4 sehingga diperoleh skor maksimal 28. Tak  ada satu pun peserta refleksi menilai diri di atas 23. Semua pendidik menyatakan memenuhi prosedur membahas kompetensi yang sudah dipelajari. Tak ada guru yang menilai diri memenuhi nilai 4 pada komponen 5. Pada komponen lain, para guru menilai dirinya bervariasi antara 3 dan 4.
Dari hasil pemantauan pelaksanaan kurikulum pada salah satu SMA dapat disimpulkan bahwa belum semua guru memenuhi prosedur standar pelaksanaan pendahuluan pembelajaran sehingga sebagian besar menyatakan memenuhi kriteria.  Para guru menilai dirinya sendiri telah memulai  kegiatan sesuai dengan karakteristik kurikulum 2013, namun belum memenuhi semua kriteria yang diharapkan.
Pemantauan terhadap proses pembelajaran telah dilakukan dengan menjaring data kuantitatif dengan menggunakan indikator siswa;
  1. Mengamati bahan tayang, materi peragaan, atau obyek belajar di lingkungan sekolah.
  2. Menghimpun atau mencatat data hasil pengamatan.
  3. Mengembangkan pertanyaan untuk mencari tahu materi yang dipelajarinya.
  4. Mencoba menghimpun informasi (mengeksplorasi) informasi dari berbagai sumber untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang hendak diselesaikan.
  5. Menalar dengan cara mengolah fakta atau informasi secara kolaboratif_interaktik untuk mendapatkan kesimpulan.
  6. Menggunakan fakta, informasi, prosedur yang dipelajarinya untuk berkarya
  7. Mengkomunikasikan karya untuk membangun daya berpikir kritis dan interaktif.
Setiap indikator yang dipantau diberi skor pada skala 4 dengan skor maksimal 28. Pada indikator satu diperoleh informasi bahwa belum semua guru yang terpantau menggunakan bahan pengamatan siswa. Buku teks masih menjadi pilihan sebagian guru sebagai bahan telaah dalam tahap awal kegiatan inti. Oleh karena itu, tidak semua proses pembelajaran diisi dengan proses untuk menghimpun data dari proses pengamatan. Secara factual hamper semua guru belum memanfaatkan lingkungan sebagai objek pengamatan.
Secara faktual guru mengalami kesulitan dalam meningkatkan kemampuan siswa bertanya. Pada saat pemantauan  berlangsung pada beberapa kelas yang sedang belajar tidak terpantau siswa yang bertanya atau aktif-interaktif. Kegiatan eksplorasi informasi cenderung karena pengarahan guru dan dilanjutkan dengan mengerjakan tugas. Hal yang menarik cukup banyak guru yang mengahiri pembelajaran dengan memberikan peluang kepada siswa menyajikan hasil karyanya. Pelajaran diakhiri dengan proses guru memberikan tugas kepada siswa.
Pola kegiatan pemberian tugas mendominasi pembelajaran. Pekerjaan rumah banyak diberikan guru dengan kurang mengindahkan perhitungan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Menurut pandangan orang tua murid tugas yang dibebankan kepada siswa melebihi kapasitas beban belajar yang wajar. Hal tersebut banyak dikeluhkan orang tua murid kepada pihak sekolah.
Pada proses  perubahan yang sedang berlasung seperti pada kasus di atas diakui banyak kepala sekolah dan pengawas bahwa kedua pihak belum dapat memberikan penguatan yang berarti dalam membantu guru memperbaiki kegiatan profesionalnya dalam kelas. Supervisi akademik yang semestinya dapat membantu para guru memperbaiki proses pembelajaran belum terlaksana sebagaimana yang seharusnya dalam pelaksanaan kurikulum 2013.
Solusi atas kesulitan para guru, sudah sewajarnya kepala sekolah atau pengawas dapat membantu mereka. Agar informasi yang mendasari tindakan perbaikan proses tepat masalah, maka ada baiknya instrumen pemantauan kegiatan pembelajaran digunakan dengan cermat. Data yang terhimpun dapt membantu melaksanakan perbaikan peroses melalui kegiatan pendampingan. Berikut model instrumen yang sederhana yang dapat digunakan  di sekolah
read more...

Kurikulum 2013 dan Konsep Pengembangan Inovator

     


        Apa yang menyebabkan innovator berbeda dari kebanyakan orang? Pertanyaan tersebut menjadi dasar Jeffrey H. Dyer, Hal B. Gregersen, dan Clayton M. Christensen dari Universitas Harvard mengembangkan pemikiran besarnya  sehingga melahirkan pemikiran yang mengubah pemikiran dunia pendidikan. Buah pikirannya ditulis dalam The Innovator’s DNA (2009). Inti laporannya menyatakan bawa inovator memiliki empat aktivitas utama dan satu ciri khas berpikirnya sehingga mereka menjadi berbeda.
Empat pola tindak yang membuat innovator menemukan hal-hal baru yaitu:
  • Menanya. Inovator keluar dari keadaan lama. Dengan menanya mereka dapat menggali dan mempertimbangkan kemungkinan-ke mungkinan baru. Dinyata dalam tulisannya bahwa kecerdasan kreatifnya tidak berasal dari kemampuan menjawab dengan benar, tetapi digali dengan keterampilan menanya. Penjelasan ini menegaskan pentingnya keterampilan menanya sebagai bagian dari proses untuk memahami dan memenuhi rasa ingin tahu.
  • Mengamati: Inovator mendeteksi hal detil yang kecil-kecil seperti mengamati perilaku pelanggan, pemasok, serta memperhatikan perusahaan lain yang menunjukkan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu.
  • Mencoba: Innovator tanpa henti mencoba dan mencoba pengalaman baru serta menjelajahi pengalan yang berbeda dari sebelumnya.
  • Networking  atau membentuk jejaring. Innovator berinteraksi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang, mereka mendapatkan pandangan dari berbagai perspektif yang berbeda. Hasil identifikasi ini mengandung penegasan bahwa kecerdasan berinteraki dan berkolaborasi merupakan faktor penting yang menunjang daya inovasi.
Keempat pola tindak tersebut secara bersama-sama membantu para innovator mengasosiasi atau menalar sehingga dapat menumbuhkan wawasannya. Dengan demikian terdapat lima keterampilan penggerak innovator yaitu: menanya, mengamati, mencoba, membentuk jejaring dan mengintegrasikan keempatnya dengan dukungan kecakapan bernalar untuk membentuk wawasan terbarukan.
Yang terkait dengan proses pengembangan pengusaan pengetahuan siswa telah dirumuskan oleh David Krathwohl (2002) pada  revisi pemikiran Bloom yang tergambar pada diagram berikut:
Pada gambar tampak bahwa proses pengembangan kognitif meliputi dua dimensi. Pertama pengembangan pengetahuan yang meliputi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Dimensi kedua adalah pengembangan kecakapan berpikir yang terdiri atas enam level yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan berkreasi.
Peningkatan kompetensi pengetahuan dan keterampilan berpikir bagaikan dua sisi mata uang yang selalu terintegrasi. Pada gambar di atas, pendidik dapat mengembangkan pengetahuan faktual siswa dari mulai level berpikir paling bawah yaitu mengingat sampai dengan yang tertinggi yaitu mencipta. Demikian pula dengan komponen pengetahuan berikutnya. Gambar ini dapat memandu guru mengembangkan indikator kompetensi pada setiap sel sehingga menjadi variatif dan tingkat kesulitannya dapat dikembangkan bergradasi.
Pemikiran Jeffrey H. Dyer  terkait pada aktivitas belajar yang dapat dikembangkan, sedangkan pemikiran Krathwohl terkait pada kompetensi pungasaan pengetahuan dan level berpikir. Kedua pemikiran besar ini menjadi dasar dalam mengembangkan kompetensi penguasaan pengetahuan, kecakapan berpikir, dan aktivitas belajar. Bedanya dalam pengembangan pengetahuan diperlukan kecerdasan logis-matematis yang potensinya sesuai dengan yang dimilikinya, sedangkan dalam mengembangkan daya inovasi adalah mengembangkan kecerdasan kreatif yang dapat dilatih dan dikembangkan secara berkelanjutan.
Menyangkut pengembangan kecerdasan tidak dapat dilepaskan dari teori yang dikembangkan oleh Howard Gardner tentang multiple intelligence.
read more...

Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks

 



        Pada fungsi ini bahasa menjadi penarik yang mempercepat berkembangnya penguasaan ilmu pengetahuan siswa. Perkembangan pengetahuan siswa seiring dan seirama dengan perkembangan kemampuan berbahasa. Kemahiran menguasai makna dan struktur bahasa Indonesia sekaligus menjadi kekayaan pengetahuannya.
Kemampuan berbahasa menghela kecakapan siswa dalam mengiteraksikan hasil pemikiran baik secara tertulis maupun vebal pada interkasi sosial dalam menudukung pengungkapan pikiran dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, hukum, maupun industri. Peran memediakan pikiran secara tertulis kini makin penting dalam kehidupan sejalan dengan pertumbuhan pengetahuan dan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin cepat.
 Istilah Berbasis Teks
Istilah teks, juga sering disebut genre adalah satuan bahasa yang dimediakan secara tertulis atau lisan dengan tata organisasi tertentu untuk mengungkapkan makna dalam konteks tertentu pula. Riyadi menyatakan bahwa teks adalah bahasa yang sedang digunakan dalam konteks tertentu. Pandangan tersebut menyatakan bahwa teks dapat muncul dalam bentuk lisan maupun tulisan yang tidak terlepas dari sistem bahasa pada konteksnya.
Istilah teks sering disepadankan dengan istilah genre karena kegiatan berbahasa merupakan proses sosial yang berproses secara bertahap untuk mencapai tujuan tertentu sebagaimana dinyatakan Wiratno yang merujuk pada Martin&Rose (2003).
Genre berkaitan dengan latar belakang budaya dan sosial yang mendasari tercipta suatu teks. Karena itu, mengenali teks secara mendalam tak akan lepas dari nilai-nilai budaya yang melatarinya dan tujuan sosial mendasarinya. Analisis lebih jauh melalui teks tertentu dapat dikenali pula nilai-nilai spiritual atau moral yang melandasi tumbuhnya tujuan sosial maupun nilai-nilai budaya. Analisis seperti ini dapat membawa pemahaman tentang dimensi genre secara luas di samping pengenalan secara sempit tentang jenis teks yang menjadi bahan kajian.
Teks atau genre bisa sebagai wacana (discourse). Istilah wacana menurut kamus besar merupakan  (1) komunikasi verbal; percakapan; (2) lingkungan keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan; (3) lingkungan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khutbah; (4) lingkungan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat; (5) pertukaran ide secara verbal.
Membedakan teks, genre, dan wacana adalah produk dari sudut pandang yang berbeda terhadap realitas bahasa dalam konteksnya. Bahasa dapat muncul dalam bentuk strutur, sebagai media interaksi sosial untuk mencapai tujuan tertentu, atau sebagai keseluruhan tutur yang dilandasi dengan cara berpikir sistematis dan logis.
Teks dilihat dari dimensi fisik jelas dapat keberadaannya, dapat dianalisis strukturnya, dan dapat dikenali unsur-unsurnya.  Dilihat dari dimensi abstrak, teks merupakan satuan makna bahasa melekat dalam penggunaanya dalam konteks tertentu. Dilihat dari dimensi proses sosial maka teksbermanka sejajar dengan genre. Jika dilihat dari proses komunikasi dalam penuturan atau pemediaan pikiran secara utuh, maka teks merupakan bermakna sama dengan wacana.
Hasil analisis dari berbagai dimensi tersebut, maka teks memiliki ciri berikut:
  • Memiliki tata organisasi yang kohesif
  • Mengungkapkan makna.
  • Terstruktur pada konteks
  • Dapat dimediakan dalam bentuk tulis maupun lisan (Wiratno).

Langkah Pengembangan Teks
Langkah pengembangan teks dalam pembelajaran bahasa Indonesia menggunakan  empat langkah berikut:
  • Membangun Konteks (MK)
  • Membentuk model teks (Pemodelan)
  • Membangun teks bersama-sama (MtB)
  • Membangun teks secara mandiri (MTM)
Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks memiliki implikasi terhadap pelaksanaan pembelajaran tidak terlepas dari teks dalam bentuk lisan maupun tulisan. Proses pembelajaran saintifik menjadi terintegasi dengan empat langkah kegiatan dengan enam M (mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta).
Integrasi khas dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan menghasilkan model berikut:
  1. Membangun konteks melalui kegiatan mengamati teks dalam konteksnya dan menanyatentang berbagai hal yang berkaitan dengan teks yang diamatinya. Pada langkah membangun konteks siswa dapat didorong untuk memahami  nilai spiritual, nilai budaya, tujuan yang melatari bangun teks. Pada proses ini siswa mengeksplorasi kandungan teks serta nilai-nilai yang tersirat di dalamnya.  Di sini siswa dapat mengungkap laporan hasil pengamatan untuk bahan tindak lanjut dalam kegiatan belajar.
  2. Membentuk model melalui kegiatan mencoba dan menalar merumuskan model strukur fonologi, gramatikal, leksikal, dan makna teks dibacanya. Pada langkah ini siswa didorong untuk meningkatkan rasa ingin tahu dengan memperhatikan (1)  simbol, (2) bunyi (3) tata bahasa dan (4) makna. Melalui analisis fakta dan data pada teks yang dipelajarinya siswa memperoleh model imbuhan, struktur imkata, frase, klausa, kalimat, maupun paragraf. Semua hal tersebut siswa pelajari pada konteks pemakaiannya. Pada tahapan ini siswa dapat mengeksplorasi jenis teks yang dipelajarinya serta mengenali ciri-cirinya. Proses aktivitas pengenalan bukan sebagai tujuan akhir pembelajaran, melainkan sebagai awal kegiatan untuk mengembangkandaya cipta.
  3. Membangun teks bersama-sama menyusun teks bersama masih dalam kegiatan mencoba,menalar, dan mencipta secara kolaboratif yang dilanjutkan dengan menyaji. Siswa menggunakan hasil mengeksplorasi model-model teks  untuk membangun teks dengan cara berkolaborasi dalam kelompok. Melalui kegiatan ini diharapkan semua siswa  dapat memperoleh pengalaman mencipta teks sebagai dasar untuk mengembangkan kompetensi individu.
  4. Mengembangkan teks secara mandiri dengan titik tekan pada siswa dapat menunjukkan kompetensinya secara individual dalam mencipta. Karena itu, dimensi kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia wajib memenuhi empat langkah dasar, enam langkah mengembangkan keterampilan beraktivitas secara saintifik, dua model  kegiatan koloboratif dan individual, dan berdimesi beraktivitas dan berkarya.
Apakah produk belajar yang diharapkan ?
Hal yang paling penting guru perhatikan adalah menentukan kompetensi yang hendak dicapai yang disesuaikan dengan kebutuhan pada konteks kehidupan masa kini dan pada masa depannya. Target keunggulan pencapaian kompetensi perlu disesuaikan dengan potensi diri siswa, konteks sosial, lingkungan, serta daya dukung sekolah. Keunggulan yang perlu guru perhatikan ialah keunggulan dalam proses beraktivitas dan teks yang dapat siswa wujudkan melalui proses belajar.
Dihubungkan dengan kebutuhan hidup pada abad 21, kecakapan praktis yang perlu siswa kuasai, di antaranya,
Sebelum menentukan indikator kompetensi yang dapat siswa capai, guru perlu memperhatikan Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, Indikator pencapaian kompetensi serta memperhatikan,  buku guru dan buku siswa sebagai dasar penyusunan RPP.
Indikator kompetensi meliputi;
  1. Pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan secara seimbang.
  2. Keterampilan mengorganisasi data, fakta, atau  informasi yang diperolehnya dari kegiatan melihat, mendengar, merasakan, dan dengan memberdayakan pengetahuan yang sudah dikuasai sebelumnya.
  3. Penguasaan konsep kebahasaan
  4. Terampil berpikir tinggi
  5. Mengembangkan aktivitas secara kolaboratif.
  6. Mengembangkan pengalaman berkarya Menghasilkan karya yang siswa perlukan dalam hidupkan yang nyata.
  7. Variasi model karya dapat dilihat  bahwa semua jenis produk dunia industri disertai pedoman penggunaan atau manual, untuk semua pekerjaan memerlukan panduan, memerlukan format, bahkan mengantar kematian tidak pun masih diperlukan teks keterangan kematian. Teks diperkukan di mana pun.
Pada indikator tercermin nilai-nilai spiritual, nilai budaya, dan nilai sosial yang dapat menjadi dasar pengembangan ahlak, pengetahuan kebahasaan, informasi faktual atau data yang dapat siswa gunakan untuk mengembangkan keterampilan tinggi yang logis dan sistematis, penggunaan bahasa dalam kolaborasi, dan karya dalam bentuk teks
read more...

Format Penilaian Otentik

 



         Hasil pelaksanaan kegiatan pendampingan terhadap sekolah penyelenggara kurikulum 2013 menunjukkan bahwa sekolah masih sedang mencari bentuk pelaksanaan penilaian otentik yang sesuai dengan target SKL yang sekolah harapkan. Guru-guru pada beberapa SMA yang terpantau belum terbekali dengan  instrumen  yang dapat menilai input, proses, dan output pembelajaran secara komprehensif. Instrumen penilaian komprehensif mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.  
Penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik.
Penilaian sikap dapat dilaksanakan penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi, pada penilaian diri pendidik menggunakan lembar penilaian diri. Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik.
Penilaian dalam bentuk  jurnal berupa catatan pendidik yang diperoleh dari kegiatan boservasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati di dalam dan di luar kelas. Muatan jurnal berupa informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
Penilaan pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan, dan uraian yang dilengkapi pedoman penskoran. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.  Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
Penilaian  kompetensi keterampilan dapat pendidik lakukan melalui penilaian kinerja dalam mendemonstrasikan kompetensi tertentu, tes praktik, proyek, dan portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya yang dinilai dapat berbentuk tindakan nyata peserta didik.
Untuk merealisasikan konsep tersebut para pendidik hendaknya dibekali dengan instrumen penilain otentik yang sederhana, praktis, namun mencakup seluruh dimensi yang perlu guru amati sehingga seusai melaksanakan pembelajaran guru memiliki  hasil penilaian selama proses pembelajaran berlangsung.
Pada pertemuan pertama dihasilkan rancangan instrumen penilaian berikut Daftar Nilai untuk Penilaian Otentik (5407).  Pada diskusi lanjutan  dalam muncul kesadaran bahwa instrumen yang diperlukan tidak cuma untuk penilaian otentik, namun diperlukan pula perangkat untuk menampung nilai hasil tes; seperti hasil ulangan harian ; dan perangkat untuk menghimpun nilai tugas siswa. Menanggapi keperluan itu tersusunlah Perangkat dan Dokumen Penilaian Hasil Belajar (7060) sebaggai bahan mempersiapkan pengisian rapot.
read more...

Teknik Menerapkan Penilaian Otentik




          Pejabat Kemendikbud menyatakan bahwa satu sekolah belum masuk dalam kategori  melaksanakan kurikulum 2013 jika guru-gurunya belum melaksanakan penilaian otentik.  Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran. Penilaian merupakan cara menghimpun informasi tentang yang bisa peserta didik lakukan dalam  mengikuti proses pembelajaran.
Penilaian otentik mensyaratkan penilaian dan pembelajaran secara terpadu. Penilaian otentik harus mencerminkan masalah dunia nyata yang dapat siswa lakukan yang terintegrasi secara  holistik yang meliputi  (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap). Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik.
Penilaian otentik menmpatkan guru pada kondisi melaksanakan lebih dari satu pekerjaan yang dilakukan secara simultan atau berbarengan antara proses mengajar dan menilai. Bersamaan dengan memfasilitasi siswa belajar sambil menilai. Mencermati aktivitas seperti ini sebagian guru memandang terlalu repot dan dapat mengurangi konsentrasi dalam menyelenggarakan pembelajaran. Karena itu dalam beberapa kesempatan berdiskusi dengan guru, muncul masalah seperti di bawah ini.
Bagaiman Teknik Melaksanakan Penilaian Otentik?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita lihat dulu daya respon manusia dalam  aktivitas sehari-hari. Contoh sopir, dalam melaksanakan perannya ia mengurus beberapa aktivias yang dikerjakan pada waktu yang bersamaan. Ia harus mengendalikan stir mobil, mengatur tekanan rem, menginjak pedal kopling, berkonsentrasi ke depan, dan terkadang pada kecepatan tertentu harus sambil mengontrok ke belakang. Aktivitas itu dapat ia lakukan apabila telah terlatih dan terbiasa. Daya akurasinya meningkat karena pengalaman mengulang-ngulang.
Jika pada saat ini guru memandang bahwa mengajar sambil menilai itu repot. Sama seperti seornag pengendara speda motor yang baru belajar, bisa menjalankan speda motor supaya tegak, namun ia belum bisa mengatur aktivitas mengatur rem dengan memindahkan gigi karena belum biasa. Oleh karena itu,  kunci keberhasilan menilai otentik adalah harus terlatih melalui pengulangan.
Dalam melaksanakan tugas menilai otentik banyak komponen yang harus dikontrol secara bersamaaan yaitu aktivitas siswa dalam penguasaan pengetahuan, perkembangan sikap,dan keterampilan yang dapat ditunjukkannya. Guru memperhatikan ketiganya  sama seperti memperhatikan kepadatan jalan, mengontrol kecepatan kendaraan, dan memperhatikan rambu-rambu lalulintas. Masing-masing berjalan harmonis. Perhatikan Perangkat dan Dokumen Penilaian Hasil Belajar (7060).
Mengingat banyaknya komponen yang perlu guru perhatikan dalam proses pembelajaran, berikut GP sajikan beberapa teknik untuk mempermudah melaksanakan tugas menilai sebagai berikut:
  1. Siapkan format penilaian dalam excel agar perhitungan hasil penilaian dilakukan secara otomatis.
  2. Jika keterampilan menggakan excel  belum dikuasai, tidak masalah yang penting guru selalu memegang lembar penilaian pada saat mengajar dan sebelum mengajar dimulai telah menentukan komponen kompetensi yang akan dinilai.
  3. Jika menggunakan komputer ada baiknya data dan nilai yang diperkirakan dapat diraih oleh siswa pada umumnya telah diisikan ke dalam daftar nilai, jadi dalam proses  mengajar guru hanya perlu memperhatikan siswa yang unggul sehigga perlu dinaikan nilainya, dan menurunkan  nilai siswa yang  belum memenuhi harapan.
  4. Gunakan satu lembar penilaian setiap kali pertemuan untuk satu kompetensi dasar yang dapat digunakan dalam beberapa kali pertemuan.
  5. Jika cara ini dipandang terlalu merepotkan, maka ambilah satu kopetensi pada sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada setiap tatap muka. Jika guru tidak terbebani dengan  tugas menilai, maka kompetensi yang dinilai dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan.
  6. Jika guru perlu menilai beberap kompetensi pada tiap pertemuan, maka dapat diatur siswa yang dinilai dibatasi, yang penting semua komponen yang seharusnya dinilai selesai ditangani pada beberap pertemuan.
  7. Gunakan waktu jeda saat mengajar untuk memperhatikan aktivitas siswa dan menilainya.
Dengan teknik memegang buku nilai atau lembar penilaian yang disertai dengan mengapresiasi secara terbuka setiap prilaku siswa yang guru harapkan, ternyata dapat mendorong siswa sangat aktif. Dengan menyadari bahwa setiap prilakunya yang baik dinilai terbukti dapat mendorong siswa jauh lebih aktif dan guru perlu mengatur lalulintas aktivitas siswa dengan cermat, karena terlalu sibut melayani komunikasi dengan siswa yang aktif ternyata sangat melelahkan juga
read more...

Pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif

       





      Penguasaan pengetahuan dapat diklasaifikasikan dalam beberapa level. Tingkat pengetahuan yang diperlukan seiring dengan kebutuhan memecahkan kesulitan dalam berkarya. Studi psikologi, misalnya, memiliki empat tujuan utama yaitu menggambarkan, menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan atau mengotrol. Untuk mewujudkan tujuan diperlukan pengetahuan berupa mengenali data, menggambarkan, menjelaskan, memprediksi, dan mengotrol. Tingkat penguasaan pengetahuan seperti itu berlaku juga untuk bidang profesional dokter atau guru, atau yang lainnya.
Guru yang berpengetahuan luas berarti menguasai level pengenalan data, dapat menggambarkan, dapat menjelaskan, bahkan sampai pada tingkat memprediksi dan mengotrol. Dalam hal memprediksi guru berarti dapat menjadi peramal dengan memperhitungkan yang bakal terjadi atas dasar data dan mengetahuan yang dimilikinya.
Guru profesional berarti guru yang enguasai  ilmu pengetahuan yang diajarkannya atau materi pelajaran.  Persyaratan menguasai ilmu mutlak untuk semua guru, baik yang berpengalaman maupun yang belum berpengalaman. Tak ada pemakluman bagi guru yang baru sekali pun dalam penguasaan pengetahuan sekurang-kurangnya harus menguasai sampai level mampu menjelaskan.
Kemampuan lebih tinggi dari itu jika guru mempu memperediksi terhadap dampak perlakuan tiap tindakan terhadap perbaikan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa. Puncak kepiawaian penguasaan ilmu jika mampu mengotrol setiap tindakannya sehingga mengetahui benar pengaruhnya terhadap siswa. Krathwoll  (2002) menyatakan bahwa  penguasaan pengetahuan meliputi  penguasaan fakta, konsep, prosedur, dan metakognitif.
Pengetahuan faktual bekaitan dengan pernyataan yang benar karena sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Misalnya, “anak itu sedang berjalan”, pernyataan itu faktual jika kenyataannya memang anak itu berjalan bukan sedang duduk. Seorang guru menguji pengetahuan faktual siswa jika pernyataan yang dibuatnya sesuai dengan kondisi yang senyatanya. Mengenali fakta tidak selalu mudah. Memperhatikan struktur luar suatu benda boleh jadi merupakan proses yang mudah, namun mengenali fakta yang abstrak memerlukan pengetahuan pendukung yang lebih banyak. Oleh karena itu, tingkat kesulitan mengenali fakta bersifat relatif. Di samping  itu yang termasuk pengetahuan adalah definisi.
Pengetahuan konseptual berkaitan dengan klasifikasi, kategori;  prinsip-prinsip, generalisasi; teori, model dan struktur. Penguasaan pengetahuan faktual ditandai dengan kemampuan mengklasifikasikan data, mengelompokan data berdasarkan ciri-ciri kesamaannya, atau berdasarkan perbedaannya; menunjukkan kekuatan atau kelemahan sebuah pernyataan, mengenali prinsip-prinsip, menyimpulkan, menguasai teori, menunjukan contoh, dan mengenali struktur.
Penguasaan pengetahuan prosedural  meliputi pengetahuan tentang keterampilan khusus, tahapan sistematis mengenai sistem program (meliputi; input, proses, dan output). Prosedur berarti tahap demi tahap suatu proses untuk mencapai hasil yang diharapkan. Penguasaan pengetahuan prosedural berarti penguasaan proses, misalnya, siswa dapat melaksanakan penelitian melalui proses yang bertahap, yaitu (1) merumuskan pertanyaan (2) merumuskan latar belakang pemikiran (3) merumuskan hipotensi (4) menguji kebenaran hipotesis melalui eksperimen (5) analisis hasil atau  menyimpulkan bahwa hipotesis benar atau salah (6) merumuskan hasil penelitian.
Penguasaan prosedur bisa juga dalam proses berpikir yang dapat diwujudkan dalam proses berpersepsi, introspeksi, mengingat, berkreasi, berimajinasi, mengembangkan ide, atau berargumentasi. Di sini terdapat penguasaan untuk merumuskan atau mengikuti tahap kegiatan sesuai dengan proses yang seharusnya.
Kemampuan tertinggi penguasaan pengetahuan adalah metakognitif. Metakognitif menurut  Livingstone (1997) adalah “berpikir tentang berpikir”. Menurut Flavell sebagaimana dikutip Livingstone menyatakan bahwa metakognisi terdiri atas dua unsur yaitu pengetahuan dan pengalaman atau regulasi. Metakognitif merujuk pada proses mengusai ilmu pengetahuan dan proses berpikir. Dalam hal ini siswa dapat menggunakan ilmu pengetahuan yang telah dikuasinya untuk membangun pengetahuan baru. Metakognitif bisa juga dimaknai memiliki pemahaman mengenai belajar tentang cara belajar.
Flavell sendiri membagi metakognitif ke dalam tiga kategori, yaitu ilmu pengetahuan tentang variabel orang, variabel pekerjaan, dan variabel strategi. Memahami tipe belajar diri sendiri termasuk variabel orangnya. Variabel pekerjaan mencakup aktivitas belajar dan langkah kegiatan berpikir berpikir pada kegaitan belajar. Belajar menjadi proses beraktivitas dan berkarya. Variabel strategi menyangkut cara yang siswa gunakan untuk mewujudkan tujuan belajar.
Meningkatkan pengetahuan metakognitif akan terlihat pada strategi guru memfasilitasi siswa mengembangkan daya belajarnya tidak hanya mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuannya namun siswa terampil belajar, mengembangkan kemandirian siswa dalam menerapkan berbagai cara sehingga dapat mengembangkan pengetahuan bermodalkan pengetahuan yang dipelajarinya.
Jadi metakognitif memiliki kesamaan makna dengan berpikir tentang cara berpikir, belajar tentang belajar atau  belajar tentang bagaimana cara belajar. Pengujian terhadap kemampuan ini bisa dilakukan dengan cara menantang siswa menunjukkan kompetensinya dalam bentuk menggunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya untuk mengembangkan inisiatif belajar secara mandiri sehingga dapat mengembangkan pengetahuan barunya. Tugas mandiri untuk  mengembangkan daya inisiatif sendiri, mengembangkan ide-ide kreatif, mendisain model baru, inisiatif baru, atau mengembangkan karya inoatif merupakan cara yang sesuai untuk menghimpun informasi tentang kemampuan belajar dengan mendayagunakan ilmu yang dimilikinya


read more...
 
Copyright © 2014 SISTEM KURIKULUM 2013 • All Rights Reserved.
Distributed By Free Blogger Templates | Template Design by BTDesigner • Powered by Blogger
back to top